بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah , Segala Puja – Puji hanyalah milik Allah Ta’ala semata-mata. Selawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah s.a.w, ahli keluarga baginda yang suci, para sahabat yang kesemua mereka itu merupakan golongan yang amat mulia, para ulama’ yang mukhlisin , para mujahidin di Jalan Allah Ta’ala dan seluruh muslimin. Amin.
Masih mahu bicara yang berkaitan pahala,walaupun apa yang kita lakukan seharian bukan itu matlamatnya. Yang kita cari ialah keredhaan Allah. Melakukan sesuatu kerana Allah. Kerana perintah Allah.
Kenapa begitu? Kerana ada orang sibuk menghitung pahala hingga terlupa untuk beribadah.
Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali pernah mengingatkan, orang yang tertipu di akhirat kelak adalah orang yang jika berbuat baik, dia berkata, “Akan diterima amal kebaikanku”. Jika berbuat maksiat, dia berkata: "Akan diampuni dosaku.” (Ihya Ulmuddin).
Ketika beribadah, kerap kita didatangi perasaan, “Telah banyak ibadah yang saya kerjakan”, atau pertanyaan, “Berapa ratus duit yang sudah aku sedekahkan”. Bahkan sering juga hati berbicara, “Kiranya semua dosa-dosaku telah diampunkan Allah, karena banyaknya solat sunnah yang telah aku kerjakan setiap hari”.
Perasaan, angan-angan dan pertanyaan seperti di atas boleh merosak amal perbuatan. Bahkan boleh meremehkan (tahawun) perbuatan dosa. Sedihkan jika kita melakukan ibadah hanya bermatlamat inginkan ganjaran. Sama macam kita memasuki sesuatu aktiviti, kita mengharapkan hadiah, sekiranya tidak dapat, akan rasa kecewa.
Jika itu yang kita rasai, ibadahnya menjadi sia-sia. Sebab, semangat ibadahnya bukan lagi karena takwa kepada Allah SWT, tapi ingin jadi kaya atau ingin disebut ahli ibadah.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, orang seperti di atas disebut "rakus". Rakus terhadap dunia. Beribadah banyak tanpa disertai pengetahuan tentang ancaman-ancaman Allah SWT di dalam al-Qur’an. Ancaman-Nya dianggap biasa saja tanpa ada rasa gerun di hati
Rasulullah SAW memberi gambaran: “Sesungguhnya orang mukmin itu memandang dosa-dosanya seperti orang yang berdiri di bawah gunung, yang mana dia (sentiasa) rasa takut yang gunung itu nanti akan menghempapnya,dan orang yang keji pula memandang dosa-dosa mereka seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, yang berkata : dengan hanya begini sahaja (iaitu dengan hanya ditepis dengan tangan sahaja) maka dengan mudah sahaja lalat itu terbang. “ (HR. Bukhari Muslim)
Imam al-Ghazali mengingatkan, meremehkan dosa dan over confident terhadap amal perbuatannya adalah sangat berbahaya. Sebab katanya, orang yang sibuk menghitung-hitung pahala biasanya lupa terhadap banyaknya dosa.
Orang seperti ini akan mendapatkan kekecewaan di akhirat. Ketika di dunia ia lupa menghitung berapa banyak dosa yang telah dilakukan, sehingga dosa-dosanya lupa dimintakan ampun kepada Allah SWT. Ia hanya sibuk menghitung jumlah solat, zakat, puasa dan sedekah yang dilakukan.
Ia tidak mengetahui seberapa besar jumlah dosanya dibanding pahala. Maka, saat di akhirat nanti ia menyangka membawa pahala, padahal pahalanya berguguran sementara dosanya menimbun. Inilah fenomena yang dibimbangi banyak terjadi pada akhir zaman.
Maka sebaiknya dalam beribadah kita mesti memiliki pengetahuan seimbang antara kabar baik dan ancaman Allah SWT. Ancaman-ancaman Allah yang tersebut dalam al-Qur’an harus menjadi perhatian kita, agar tidak terjebak di dalamnya. Sementara orang yang hanya berfokus pada jumlah pahala (khabar baik) disebut sebagai jahil. Tidak mengetahui bahwa setiap harinya diawasi oleh Malaikat Raqib dan ‘Atid yang mencatat kebaikan dan keburukan.
Allah SWT berfirman: “Tidak ada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qaaf: 18).
Perasaan selalu diawas ini akan menjadikan kita orang yang selalu berhati-hati dalam beribadah. Tidak asal ibadah, tapi tahu ilmu tentang ibadah.
Kita boleh saja memikirkan pahala-pahala dari ibadah, akan tetapi hal itu jangan sampai membuat kita terlena dengan keutamaan-keutamaannya (fadlilah). Keutamaan ini menjadi penyemangat kita bukan memperlemah. Mengetahui keutamaan ibadah sekaligus memahami akibat dari melakukan dosa. Inilah keseimbangan yang perlu dijaga dalam beribadah.
Imam al-Ghazali menjelaskan : “Jika kita terlena menghitung pahala tetapi dosa-dosa dilupakan. Maka kita menjadi orang tertipu terhadap amal kita sendiri. Pada hari penghitungan amal, kita akan terkejut. Sebab ternyata timbangan dosa lebih berat daripada pahala yang kita sangka-sangka telah menimbun.”
Maka, jangan kita tertipu oleh perasaan diri kita sendiri. Yang perlu kita lakukan, bukan asyik menghitung pundi-pundi pahala. Setelah beramal, biarlah kita serahkan kepada-Nya. Allah SWT Maha Bijaksana, Dia yang mengatur pahala kita secara adil. Jangan asyik mengatakan “Saya telah ikhlas!”. Biasanya orang yang terang-terangan berkata demikian adalah sebaliknya, tidak ikhlas, sebab membawa perasaan ‘ujub di hatinya.
Sekian,bersihkan hati, sucikan jiwa kita agar apa yang dilakukan ada nilainya di sisi Allah, bukan pada pandangan mata manusia.
Impianku menjadi isteri solehah,
selepas Allah dan RasulNYA,
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.
No comments:
Post a Comment