Tuesday, 15 May 2012

Yaumul Mizan


 
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Baginda sampai hari kiamat.



encrypted-tbn0.google 

Mizan atau timbangan adalah alat untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan. Adapun mizan di akhirat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya. (Syarah Lum’atul I’tiqaad, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal. 120)


Mizan di hari Kiamat adalah sesuatu yang hakiki dan benar-benar ada. Hanya Allah Ta’ala yang mengetahui seberapa besar ukurannya. Seandainya langit dan bumi diletakkan dalam daun timbangannya, niscaya mizan tersebut akan tetap lapang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

يُوْضَعُ الْمِيْزَانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَلَوْ وُزِنَ فِيْهِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ لَوَسِعَتْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: يَا رَبِّ! لِمَنْ يَزِنُ هَذَا؟ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: لِمَنْ شِئْتُ مِنْ خَلْقِيْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ


“Pada hari Kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka Malaikat pun berkata, “Wahai Rabb-ku, untuk siapa timbangan ini?” Allah berfirman: “Untuk siapa saja dari hamba-hamba-Ku.” Maka Malaikat berkata, “Maha suci Engkau, tidaklah kami dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 941).

Kaum muslimin rahimakumullah, mizan ini sangat jitu dan tepat dalam menimbang, tidak lebih dan tidak kurang sedikitpun. Allah Ta’ala berfirman:

 


وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47

“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)

Mizan ini memiliki dua daun timbangan sebagaimana diceritakan dalam hadits tentang kartu (bithoqoh) yang akan kami sampaikan haditsnya nanti. Lalu, apakah yang ditimbang di hari Kiamat kelak? Para ulama kita berbeda pendapat tentang apa yang ditimbang di hari Kiamat. Ada tiga pendapat dalam masalah ini. 



Pendapat Pertama: Yang Ditimbang Adalah Amal

Pendapat ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:




كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694).

Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Hajar al-Ashqolani rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa yang ditimbang adalah amal, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


 
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 270 dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shahiih al-Adab al-Mufrad, no. 204) 



Pendapat Kedua: Yang Ditimbang Adalah Orangnya

Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah orangnya. Berat atau ringannya timbangan tergantung pada keimanannya, bukan berdasarkan ukuran tubuh, berat badannya, atau banyaknya daging yang ada di tubuh mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 


إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ

“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Bacalah...

 


فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105

“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)

‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat betisnya kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apa yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


 
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, I/420-421 dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir, IX/75. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 3192). 



Pendapat Ketiga: Yang Ditimbang Adalah Lembaran Catatan Amal

 
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:

 


أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2639, Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 135)

Pendapat terakhir inilah yang dipilih oleh al-Qurthubi. Beliau mengatakan, “Yang benar, mizan menimbang berat atau ringannya buku-buku yang berisikan catatan amal…” (At-Tadzkirah, hal. 313) 



Kesimpulan

Tiga pendapat di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Sebagian orang ada yang ditimbang amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan sebagian yang lain ditimbang dirinya.

Syaikh Muhammad bin sholih al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa secara umum yang ditimbang adalah amal perbuatannya, karena kebanyakan dalil-dalil menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal perbuatan. Adapun timbangan buku catatan amal dan pelakunya, maka itu khusus untuk sebagian orang saja. (Syarah al-’Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 390)

Apa yang disampaikan oleh syaikh ‘Utsaimin inilah yang nampaknya lebih menentramkan hati. Wallahu Ta’ala a’lam. Semoga sedikit sajian yang kami sampaikan ini bisa menjadi pendorong bagi kita untuk beramal sholih. Dan sekecil apapun amalan yang kita lakukan, tidak akan disia-siakan walaupun sebesar semut kecil. Dan di hari Kiamat kelak, setiap manusia pasti akan melihat setiap amal yang telah dia usahakan di dunia ini.

Kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala menutup umur kita dengan kebaikan dan keselamatan. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.


Sumber : www.fiqhislam.com


Impianku menjadi isteri solehah, 
selepas Allah dan RasulNYA, 
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.

Nira Nipah



بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Habitat  Semulajadi pokok nipah
Setiap kali melalui jalan utama melalui Tanjong Karang ke Setiawan atau sebaliknya, pasti suami akan berhenti di tepi jalan untuk membeli sejenis minuman  yang dikenali sebagai nira nipah. Air daripada nira ada dua jenis, satu dikenali nira kelapa apabila dihasilkan dari pokok kelapa. Jika nira ini diambil dari pokok nipah, ia dikenali nira nipah.


Suami lebih gemar meminum nira dari nipah. Ini kerana dari kecil lagi saya dan suami memang tinggal di kawasan yang mempunyai banyak pokok nipah. Kenangan semasa kecil-kecil, dahulu yang menyebabkan kami suka membeli nira dari nipah.


Pokok Nipah


Nira nipah merupakan minuman asli yang masih mendapat sambutan bukan sahaja dari masyarakat Melayu tetapi juga dari kaum-kaum lain. Di kampung-kampung, perusahaan nira nipah telah memberi hasil atau pendapatan sampingan yang paling menguntungkan. Hampir kesemua bahagian pokok nipah dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Pokok nipah atau lebih dikenali dengan nama saintifiknya sebagai "nypa fruiticans" hidup di kawasan berpaya, lembah dan berlumpur. Ia mempunyai batang sulur bawah tanah dan akar palma ini biasanya tersembunyi di dalam lumpur di mana ia tumbuh dan jarang didapati terdedah di kawasan hakisan pinggir laut.

Isi nipah yang sedap dimakan
Membuat atap dari daun nipah
Lapisan udara serta asas daun pokok nipah ini memberikan daya apungan yang tinggi kepada akarnya. Daun tua akan gugur apabila lapisan peluruhan sepanjang 2 kaki berlaku di bahagian terbawah anak daun. Lapisan peluruhan kedua muncul di tempat di mana daun lebar pokok itu bercantum dengan akar. Pelepah nipah boleh dijadikan atap yang baik dan di mana sahaja boleh dilihat pelepah pokok ini ditebang tetapi anak-anak pokok muda dipelihara. Manakala kutikel daun muda yang mempunyai kulit luar yang kukuh, ditanggalkan, dipotong mengikut saiz, dibungkus dan dijual di seluruh negara sebagai rokok daun.
Tandan Nipah
Isi buah nipah
Manakala pohonnya keluar di hujung sulur dan batangnya bercabang serta membentuk serumpun nipah. Manakala bunga nipah, keluar di celah-celah pelepahnya dan bergugus di hujung tangkai, menghasilkan buah. Sesudah itu barulah buah dipangkas untuk mendapatkan air nira dan jambangan bunga nipah menghasilkan gula yang banyak kira-kira 1 pain sehari selama 3 bulan di mana hasilnya lebih kurang 11 gelen. Manakala titisan getah pokok nipah ini boleh dijadikan arak atau tuak. Malahan buah nipah berbentuk seperti baji. Struktur buahnya sama seperti buah kelapa. Buah ini ada sabut, tempurung, isi dan air.Isi buah yang muda boleh dimakan dan biji benihnya yang matang sangat keras. Pokok nipah terdapat 3 jenis di antaranya:

Pokok nipah sawa

Pokok nipah sawa mempunyai bentuk tangkai yang panjang, perdu dan pelepah serta batang yang besar dan jangka hayatnya cuma selama 3 bulan.

Pokok nipah tembaga

Pokok nipah tembaga mempunyai bentuk tangkai yang sederhana, perdu dan pelepah serta batang sederhana besar dan jangka hayatnya selama 2 bulan sahaja.
 
Pokok nipah ekor tikus

Pokok Nipah dqn buahnya
Pokok nipah ekor tikus pula mempunyai bentuk tangkai, perdu dan pelepah serta batang yang kecil kecuali buahnya sahaja besar dan jangka hayatnya selama 28 hari sahaja boleh menghasilkan nira.

Untuk menghasilkan nira nipah yang manis dan berkualiti, ada kaedahnya. Pantangnya seakan wanita bersalin. 44 hari, mayang perlu di ketuk dan diurut, 3 hari lagi sebelum boleh disadap.Pun begitu penantian pastinya berbaloi apabila menghirup manis nira nipah.
Menyadap nira nipah
Tandan yang dipilih lazimnya selepas dua bulan mayang berbunga.Mayang perlu diransang terlebih dahulu untuk menghasilkan nira yang banyak. Disalut dengan selut, lalu diurut.

Mengumpul nira nipah
Selepas diurut, kayu berlapik kain atau pelepah nipah digunakan untuk mengetuk mayang sebanyak empat kali.Ketukan pula tidak boleh terlalu kuat, bimbang merosakkan mayang sekaligus menjejaskan penghasilan nira.Rutin mengurut dan mengetuk mayang dilakukan dua kali sehari, sebelah pagi dan petang, selama 44 hari.

3 hari selepas habis tempoh mengurut dan mengetuk barulah buah nipah dari mayang di cantas. Kemudian tukil  ataupun bekas dipasang di hujung mayang untuk menakung nira.Tukil tabung buluh kini diganti dengan plastik.Titisan kayu temak dimasukkan bagi mengelak nira menjadi masam.

Air Nira nipah
Nira harus cepat ditapis dan disimpan di tempat yang sejuk.Faktor suhu menentukan rasa nira, yang ditakung semalaman, lebih manis.Bagi mengekalkan pengeluaran nira, beberapa petua diamalkan. Antaranya, tandan buah yang dicantas tidak boleh ditinggalkan atau mayang akan kecut dan tidak lagi menghasilkan manisan.

Nira akan dikumpulan pada keesokan paginya. Mengikut amalan tradisi nira yang terhimpun dalam tukil akan dikumpulkan ke dalam buyung.Air nira nipah manis lagi berkhasiat dan untuk menambah keenakan nira nipah perlu dicampur dengan air batu.



Impianku menjadi isteri solehah, 
selepas Allah dan RasulNYA, 
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.

Tuesday, 1 May 2012

Zaman 80an, Awal Remaja


بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Kali terakhir aku bertemu kawan-kawan lama Sekolah Menengah Seri Perak, Parit Buntar ialah tahun 1980. Selepas SRP aku telah bertukar ke sekolah perempuan sahaja di Pulau Pinang. Ketika di sekolah menengah dulu, aku bukan seorang yang sosial, jarang ikut program seperti perkhemahan atau ko kurikulum. Bercakap dan bergaul dengan kawan-kawan lelaki pun agak kurang sebabnya aku malu.

Dah tu pulak aku bukan jenis yang aktif bermain dan  bersukan walaupun terpaksa masuk acara kerana markah untuk rumah dalam saringan.

Kehadiran latihan sukan terpaksa supaya rekod cantik. Cantik pada pandangan mata manusia bukan cantik pada pandangan Allah.  Sebabnya, ketika hadir latihan sudah pasti pakai seluar sukan, tshirt yang ikut bentuk dan tudung pun macam mak datin sekarang ini.

Ketika tu memanglah jahil bab menutup aurat dengan sempurna sebab tak ada pendedahan cara sebenar menutup aurat. Masih aku ingat ustazah pun tutup rambut seperti aku juga.

Namun begitu, dalam ramai-ramai pelajar sekolah ketika zaman itu, cuma berapa kerat saja yang pakai tudung. Memang aku pakai tudung atas kehendak hati aku sendiri. Aku dengar dalam pengajian kitab di surau kata orang perempuan wajib tutup aurat. Tapi macam mana cara nya tak tahu. Pendedahan kaedah sebenar menutup aurat yang syarak perintahkan tu tak ada sapa yang tunjukkan. Orang tua-tua yang warak pun zaman itu menutup aurat dengan cara guna kain batik saja. Tak kan aku nak kesekolah pakai kain tutup kepala guna kain batik?

Aku pakai tudung ketika awal usia remaja. Belum akil baligh lagi. Masa tu masih di sekolah rendah. Tapi masa tu kat sekolah rendah tak adalah peraturan mesti pakai tudung warna putih. Aku pakai aja tudung berwarna asalkan tutup kepala walaupun ada rambut terjulur keluar di bahagian depan. Dan tudung tu pun tak tahu nak dilabuhkan ke dada. Sungguh masa tu langsung tak ada model cara sebenar menutup aurat. Pakaian tak ada masalah, sebab aku memang suka pakai baju kurung dan tak suka berseluar panjang.

Cumanya semasa memegang jawatan pengawas sekolah ketika itu, uniform untuk pengawas kena pakai kemeja dan dimasukkan ke dalam. Memang tak suka tapi terpaksa. Masa sekolah menengah, barulah ada peraturan kena gunakan kain berwarna putih jika mahu bertudung. Mujur tak lama aku bersekolah di Seri Perak dengan memakai baju kemeja seperti tu. Bukan naluri aku nak memakai pakaian begitu.

Sebulan di tingkatan 4, aku bertukar ke sekolah perempuan sahaja. Di sini jiwa aku damai, sebab semua pelajarnya perempuan. Walaupun begitu, aku tetap bertudung dan tudung tu dah labuh menutup dada. Dalam kelas cuma ada 3 orang saja yang bertudung labuh menutup dada. Kenapa masih bertudung di sekolah perempuan? Sebab ada cikgu lelaki yang mengajar. Waktu malam ada prep tak ada guru lelaki, tapi tetap juga bertudung sebab sudah jadi amalan.




Orang tua-tua kat kampung pulak,mereka menggunakan kain batik yang terus diselubung dari kepala terus ke badan. Tapi tidaklaah seperti gambar model sebelah ni. Orang tua kat kampung akan pegang bawah dagu tu supaya tertutup dada dan tak nampak jambul.(Rambut kat atas dahi tu.)

Kalau bekerja kain batik tadi di jadikan tutup kepala yang dipanggil ber'tengkuluk'. Jika waktu panas matahari, ketika pergi sawah, kami bertangui. tangui ni seperti tudung saji kecil yang dibuat daripada daun nipah. Tujuannya untuk melindungi wajah dari pancaran matahari. Kerja di sawah di bawah matahari terik memang akan menyebabkan wajah terjemur jika tidak bertangui.


(gambar yang aku paparkan dalam post ini dikelabukan supaya aurat model tidak terdedah, sebabnya aku tidak mahu menerima sebahagian saham pendedahan aurat  mereka.)

Semua gambar yang terpapar adalaah ehsan kawan-kawan dan atok gugel.

Itulah fitrah yang Allah dorongkan di dalam hati sejak dari awal remaja. Mencari sesuatu yang fitrah di dalam diri manusia untuk menghayati kehidupan beragama.


Impianku menjadi isteri solehah, 
selepas Allah dan RasulNYA, 
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.