بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan, banyak manusia menjadi rugi gara-gara dua kenikmatan ini, iaitu; nikmat kesihatan dan nikmat waktu lapang.” (HR Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, hadits no. 6412).
Ada banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk mensyukuri nikmat Allah swt. Secara garis besar, mensyukuri nikmat ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: Mensyukuri dengan hati, dengan mengakui, mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya dari Allah swt semata.
Mensyukuri dengan lisan, dengan memperbanyak ucapan alhamdulillah (segala puji milik Allah) wasysyukru lillah (dan segala bentuk syukur juga milik Allah).
Mensyukuri dengan perbuatan. Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah untuk menunaikan perintah-perintah Allah, baik perintah wajib, sunnah maupun mubah.
Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah dengan cara menghindari, menjauhi dan meninggalkan segala bentuk larangan Allah, baik larangan yang haram maupun yang makruh.
Syukur dengan hati, lisan dan perbuatan ini hendaklah tepantul dan tercermin pada setiap momentum yang bersifat zahir, bahkan yang tersamar sekalipun. Contoh cerminan sikap mensyukuri nikmat Allah yang nampak secara lahir ini dapat dilihat dalam sikap Nabi Sulaiman as saat ia mendapati singgasana Balqis telah ada di sampingnya dalam sekelip mata. Saat itu Nabi Sulaiman langsung berkata, "Ini adalah anugerah Allah. Dia bermaksud mengujiku, adakah aku bersyukur ataukah aku kufur." (QS An-Naml: 40)
Lihat pada sikap Raja Dzulqarnain yang berjaya membangun radm (semacam benteng) untuk menghalau serbuan Ya'juj Ma'juj. Setelah kejayaan besar yang luar biasa ini, ia tidak menisbatkan prestasi kecermerlangan itu kepada dirinya, akan tetapi menisbatkannya kepada Allah. Ia berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku." (QS Al-Kahfi: 98)
Sikap yang sebaliknya ditunjukkan oleh Qarun. Saat ia ditanya oleh kaumnya tentang kejayaan perniagaannya, ia tidak menisbatkan kejayaan itu kepada Allah. Dengan penuh 'ujub, sombong dan takabbur ia berkata, "Semua ini aku dapatkan semata-mata karena ilmuku, kepintaranku, usahaku" (QS Al-Qashash: 78). Karena itulah ia diazab Allah.
Jumlah kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia begitu banyaknya, dan sekiranya manusia bermaksud menghitungnya, niscaya ia tidak akan mampu melakukannya, sebagaimana QS Ibrahim: 34 dan QS An-Nahl: 18. "Jika kenikmatan sangat banyak dan manusia tidak akan mampu menghitungnya, lalu bagaimana kita harus mensyukuri seluruhnya?"
Memang demikianlah adanya, yaitu bahwa manusia tidak akan mampu mensyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan kepada manusia. Oleh karena itu, jangan ada perasaan, apalagi keyakinan bahwa manusia akan mampu mengimbangi seluruh kenikmatan Allah dengan mensyukurinya.
Maka sewajarnya kita sebagai manusia akan terus berusaha untuk secara terus menerus mensyukurinya. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw. Beliau terus melakukan solat malam yang panjang dan sangat baik, sehingga telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Saat 'Aisyah ra bertanya, “Bukankah dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah?" Maka baginda saw menjawab, "Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?" (HR Muslim, no 2819).
Pilihan ditangan kita, mahu jadi seperti Zulkarnain atau Qarun.
Impianku menjadi isteri solehah,
selepas Allah dan RasulNYA,
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.
No comments:
Post a Comment