Betapa sekeping hati milik perempuan ini terlalu lembut. Ada masa-masanya terlalu sensitif. Sehinggakan kita bertanya pada diri sendiri inikah fitrah seorang perempuan biasa. Atau hanya sekadar menurut emosi semata.
Saat hati sedikit tersentak kembali ke masa-masa yang baru berlalu, hati sekeras batu pun akan menjadi terlalu lembut bak titisan air. Di saat-saat diri sendu, kenangan yang sedikit terlintas sudah cukup membuatkan hati sebak. Kenangan pahit manis kita di muka bumi Allah ini menjadikan kita seorang yang matang menempuh hari-hari mendatang. Kenangan yang manis membuatkan kita tersenyum, kenangan yang pahit membuatkan terkadang air mata kita menitis.
Ingin kita usir kenangan itu jauh-jauh tetapi makin dilupakan makin kuat ia menghuni akal fikiran. Lantas, kita berkeputusan tidak perlu untuk menjauhkan kenangan itu. Kenangan itulah yang menjadikan siapa diri kita sekarang ini.
Bukanlah suatu pembaziran masa untuk sebuah kenangan berupa pengalaman. Perempuan dengan air mata bukan diminta untuk dikasihani atau tanda lemahnya jiwa, tiadanya semangat tetapi perempuan dengan air mata sebagai tanda kita punya jiwa yang lembut.
Namun di sebalik kelembutan itu, kita punya ketegasan untuk terus bangkit biarpun berjuta halangan kita tempuhi. Kita tidak punya kekuatan sekuat Adam tetapi adanya diri kita sebagai penguat semangat Adam. Kitalah perempuan di sebalik keharmonian sebuah rumah tangga. Kitalah orangnya di sebalik kegembiraan anak-anak dan kitalah isteri peneman susah senang seorang suami. Untuk itu, kita bukanlah perempuan biasa. Kita perempuan yang diciptakan Allah dengan kelebihan yang tak terucap dek kata-kata...
Bukan perempuan biasa,
Bila hatinya masih lagi tenang,
walaupun seringkali dihiris & dicalari,
Bukan perempuan biasa,
Andai bibirnya masih menguntum senyum,
walau cairan pekat merah pernah mengalir melaluinya,
Bukan perempuan biasa,
Setelah selautan onak & duri diredahi seusia di muka bumi,
Setelah jiwanya disakiti hatinya dilukai,
namun jiwanya masih mampu teguh berdiri,
Hakikatnya dia berdiri seorang diri bersama hati sekeras waja,
Menempuh cabaran demi cabaran, dugaan demi dugaan,
Kesedihan ibarat layang-layang setia yang mengekori,
Kedukaan silam bagaikan cermin di hadapan diri,
kenangan maha perit sudah tidak mampu ditepis,
Namun,
selagi mendung berarak kelabu,
perjuangan hidup masih belum sampai ke penghujung,
Langkah tetap diatur penuh keakuran pada setiap takdir & ketentuan.
Bukan perempuan biasa,
Sumpah ikrar di hati teguh terpatri,
tembok kebencian takkan runtuh
Ketabahan hati takkan luluh,
ketahanan diri takkan roboh.
Bukan perempuan biasa,
Jiwa dan tindakan takkan dapat diselami,
Kesedihan lampau mustahil untuk dijejaki,
Rintihan hatinya tidak akan mampu dimengerti,
Sungguh,
Bukan perempuan biasa,
Tangisan & senyumannya terlalu sukar untuk ditafsirkan,
Tiadakan dapat dibezakan.
Itu hakikat
Itu kebenaran
Perempuan itu
Di tangannya setangkai mawar berduri
Di hatinya sebuku racun berbisa.
Impianku menjadi isteri solehah,
selepas Allah dan RasulNYA,
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.
0 comments:
Post a Comment